Jiwa Kewirausahaan dalam diri kita bisa dilihat
Jiwa Kewirausahaan dalam diri kita bisa dilihat
Respons benda itu menghadapi keadaan darurat berbeda-beda antara satu pribadi dengan pribadi yang lain. Pada keadaan relax jantung kita akan berdetak sekitar 70 kali dalam satu menit. Tetapi ketika menghadapi emergency, hormon adrenalin yang dilepaskan tubuh menyebabkan jantung berdebar cepat dan kuat, disertai timbulnya keringat dingin dan nafas memburu.  Disinilah letak keistimewaan seorang entrepreneur. Ia dapat menghadapi  risiko dengan tenang.
Maka dalam dunia investasi, kita mengenal dua sisi pendulum yang bertolak-belakang. Risk averse, orang yang berpikir keras, lama, dan sangat hati-hati, ketika menghadapi risiko. Risk lover, sejenis orang gila yang menyukai tantangan, dan hidupnya terasa belum lengkap tanpa risiko. Dan ditengah-tengah pendulum itu, berdiam risk neutral, orang yang bersedia mengambil risiko, asalkan return-nya sesuai.
Saya memiliki sepasang teman entrepreneur. Pada suatu ketika, tiba-tiba mereka menghilang begitu saja. Teman ini tidak lagi hang out di tempat kami biasa kumpul-kumpul, selalu tidak ada jika didatangi kerumahnya, bahkan  enggan menjawab telepon. Demikian, hingga bertahun-tahun. Ketika saya sudah hampir pasrah tidak  lagi dapat bertemu mereka, ternyata mereka muncul kembali. Lengkap dengan mobil mewah keluaran terbaru. Dengan santai mereka bercerita, bahwa mereka kehilangan usahanya yang dulu, dan dikejar-kejar kreditur. Namun kini mereka telah bangkit kembali dan tengah sibuk memenuhi permintaan konsumen.
Di tengah rasa syukur karena mendapatkan mereka kembali, diam-diam saya mengelus dada. Knock on wood. Jangan sampai saya harus mengalami hidup seperti roller coaster begitu. Sebentar di atas, sebentar lagi di bawah. Waktu menanjaknya sih menyenangkan. Tapi  waktu terhempas, pastilah sangat, sangat, sangat sakit. Biarlah saya tetap mengendarai mobil butut saya, belanja kebutuhan secukupnya saja, dan menantikan gaji tiap akhir bulan, asalkan itu memberikan rasa aman. Lupakan tentang menjadi boss bagi diri sendiri, apalagi menciptakan lapangan kerja buat banyak orang. Jantung saya tidak sanggup menanggungnya.
Sepasang teman saya itu memang species yang istimewa. Entrepreneur sejati. Pahlawan gagah berani, berkeinginan teguh, tekun, inovatif, berpandangan jauh ke depan. Maka memang sudah sepantasnyalah segala puja dan puji diperuntukkan bagi orang-orang dengan kualitas demikian.

Jantung Entrepreneur dalam Diri Kita
Manusia diciptakan untuk mengelola bumi dengan  segala  isinya untuk kemuliaan Sang Pencipta. Untuk melaksanakan tugas tersebut, kepada manusia diberikan seperangkat anugerah yang luar biasa. Seperangkat anugerah tersebut antara lain adalah: akal budi, emosi, nurani, kemampuan berkehendak, kemampuan mengelola, kemampuan berkomunikasi, menghendaki kebenaran dan kesempurnaan, kreatif, imajinatif, dan mampu menciptakan sesuatu. Semua ini adalah miniatur yang tidak sempurna dari karakter Sang Pencipta yang sempurna.
Tidakkah karakteristik yang telah dianugerahkan kepada kita tersebut merupakan semua karakteristik seorang entrepreneur? Maka sesungguhnya semua manusia memiliki potensi untuk menjadi seorang entrepreneur dan telah menjadi seorang entrepreneur dalam satu dan lain hal. Semua kita adalah manusia kreatif yang selalu memandang ke depan, selalu mencari jawaban, selalu mencari cara baru untuk melakukan segala sesuatu dengan lebih benar dan lebih baik.
Seorang entrepreneur adalah seseorang yang bertindak, mengambil tanggung jawab bagi sebuah bisnis dan bersedia menanggung risiko yang timbul karenanya. Dan bukankah semua kita bertindak, mengambil tanggung jawab dan menghadapi risiko dalam hidup? Selalu ada kemungkinan gagal dalam semua hal yang kita lakukan, dalam permainan, dalam pendidikan, dalam persahabatan, dalam pernikahan, dalam pekerjaan, bahkan dalam hidup itu sendiri. Tidak pernah ada keberhasilan yang pasti dalam bisnis maupun dalam hidup.
Jika demikian, mengapa bagi kebanyakan orang, menjadi seorang entrepreneur lebih ‘menakutkan’ daripada menjadi seorang karyawan?

Sense of Belonging dan Sense of Ownership
Keterampilan seorang entrepreneur untuk mengkoordinasi armada kerja, menyusun berbagai sumber daya  dan modal, juga merupakan keterampilan yang hadir dalam dunia kerja. Perbedaan persepsi akan intensitas risiko yang harus ditanggung antara seorang entrepreneur dan seorang employee lebih karena kadar sense of belonging dan sense of ownership yang berbeda.
Sense of belonging, adalah perasaan bahwa seseorang diterima dan berarti bagi perusahaan, sehingga ia dapat mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai bagian dari perusahaan tersebut. Sense ini terbentuk ketika seseorang berbagi sejarah dan nilai-nilai yang sama dengan perusahaannya, serta memiliki ikatan emosi dan pengaruh timbal-balik yang kuat. Sehingga sense of belonging yang kuat membuat seseorang yakin, bahwa apa yang dilakukannya membawa pengaruh bagi perusahaan, dan apa yang dilakukan atau terjadi pada perusahaan akan mempengaruhi dirinya.
Sense of ownership, terjadi ketika seseorang menolak untuk play safe. Dengan semangat, antusiasme, dan tanggung-jawab mendedikasikan dirinya pada visi dan tujuan perusahaan. Pekerjaannya adalah hal yang penting baginya,  dan merupakan hal yang sungguh-sungguh ingin ia kerjakan. Ia memiliki sikap dan moral kerja seorang owner, jatuh-bangun perusahaan adalah pedih-bahagia baginya. Ia tidak dikuasai oleh situasi, melainkan menguasai situasi.
Ia terbuka terhadap bantuan orang lain, tidak takut mendelegasikan tugas, bersedia mempelajari hal-hal baru, dan peka terhadap intuisi. Ia menjadi sumber inspirasi yang mempersiapkan orang lain untuk menjadi lebih baik. Ia bersyukur untuk apa yang dimilikinya, dan ini bukan melulu tentang materi, namun mengenai kontribusi, pencapaian, dan kepuasan.
Baik entrepreneur maupun employee dapat memiliki kedua unsur di atas dalam derajat yang berbeda-beda.  Rendahnya kedua unsur tersebut dalam diri seseorang menjadikan ia  mediocre entrepreneur atau mediocre employee. Sebaliknya entrepreneur dan employee mencapai aktualisasi diri ketika memiliki kedua unsur ini sepenuhnya. Perusahaan yang tidak memiliki orang-orang dengan derajat yang memadai dari kedua unsur ini hanya akan menjadi mediocre enterprise. Perusahaan mencapai nilai terbaiknya ketika orang-orang didalamnya memiliki sense of belonging dan sense of ownership yang tinggi. (Investor)