Rabu, 03 Maret 2010

Berpikir Jadi Entrepeneur

Jum'at, 14 Agustus 2009 - 08:58 wib

UNTUK menjadi seorang entrepreneur yang andal, sungguh tidaklah mudah. Hanya orang yang mampu mengubah dirinya untuk berpikir kreatif, kritis dan inovatif yang akan berhasil dan dapat meraih sukses.

Beberapa tahun terakhir ini banyak bermunculan usahawanusahawan baru yang dibangun oleh para pemula yang usianya masih terbilang muda. Kondisi ini merupakan satu fenomena yang menggembirakan buat pertumbuhan ekonomi bangsa kita. Di tengah keterbatasan lapangan pekerjaan saat ini, justru telah membangkitkan semangat kaum muda untuk menjadi seorang entrepreneur atau wirausahawan.

Sayangnya, para entrepreneur muda tersebut dalam memulai usahanya hanya dilandasi oleh kemampuan modal dan hardskill tanpa adanya perubahan pola pikir. Sehingga sebagian besar para entrepreneur muda tersebut sering menemui kegagalan yang mengakibatkan usahanya menjadi bangkrut.

Oleh karena itu, sebelum melakukan usaha seorang entrepreneur sebaiknya telah melakukan transformasi diri untuk berpikir kreatif dan jeli melihat peluang usaha. Taufik Bahaudin, staf pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) mengakui, fenomena bangkitnya semangat kewirausahawan atau entrepreneurship di kalangan generasi muda Indonesia saat ini sangat membanggakan.

Namun banyak entrepreneur muda yang gagal dalam berusaha bukan karena tidak menguasai produk atau jasa yang dihasilkannya. Kegagalan itu terjadi karena para usahawan muda tersebut belum mengubah mindset-nya.

"Kegagalan itu terjadi karena para entrepreneur muda tersebut belum mengubah pola pikirnya (mindset). Jadi untuk menjadi seorang entrepreneur, ia harus mempunyai kekuatan berpikir sebagai entrepreneurship. Orang yang belum mengubah pola pikirnya sebagai entrepreneurship, ia hanya mampu menguasai konsep dan teori saja. Hal itulah yang menyebabkan usahanya gagal," jelasTaufik Bahaudin.

Mengubah Mindset
Memang untuk menjadi wirausahawan atau entrepreneur, tentunya kita harus punya keberanian. Tak hanya berani bermimpi, tapi juga berani mencoba, berani gagal, dan berani sukses. Hal ini penting dan harus kita miliki. Selain itu, kita juga harus optimis dalam menghadapi masa depan, yakin pada kemampuan, dan juga menghentikan alur pemikiran yang negatif.

Hal yang selalu menjadi pertanyaan adalah bagaimana mengubah pola pikir menjadi seorang entrepreneur? Banyak orang belum menyadari bahwa membangun entrepreneurship itu dibangun dari soft competesis-nya.

"Untuk menjadi entrepreneur, seseorang tak bisa hanya berpijak pada kompetensi hard skill, tapi juga pada kemampuan soft skill dan attitude yang baik. Karena yang membedakan entrepreneur dengan yang bukan entrepreneur adalah prilakunya dalam merespons lingkungan di sekitarnya," pungkas Taufik. Untuk mengubah pola pikir atau mindset, orang tersebut harus mempunyai keinginan dan kemampuan untuk menjadi seorang entrepreneur sesuai kebutuhannya.

Kebanyakan orang tidak pernah berpikir untuk mandiri, kreatif, kritis dan inovatif. Taufik pun mengungkapkan banyak contoh yang menunjukkan bahwa entrepreneurship berawal dari mindset bukan dari modal yang besar. Masih ingat dengan perjuangan Bob Sadino mendirikan Kemfood dan Kemchick? Atau bagaimana Larry Page dan Sergey Brin mendirikan Google, serta perjuangan Bill Gates mendirikan Microsoft.

Faktor uang bukan yang paling utama, tetapi sikap mental dan berpikir kreatif menjadi sangat penting. ?Oleh sebab itu,konsep entrepreneur jangan semata-mata dihubungkan dengan pedagang. Wirausaha harus diartikan sebagai sikap mental yang mampu membaca peluang dan bisa memanfaatkan peluang itu sehingga bernilai bisnis. Ini juga bisa dibangun dalam sebuah perusahaan,?imbuh Taufik.

Faktor Keturunan dan Lingkungan
Taufik pun menambahkan kalau saat ini masih banyak di antara yang menilai faktor keberhasilan seseorang menjadi entrepreneur karena berasal suku tertentu. Apalagi kita masih sering melihat bahwa kebanyakan orang Padang, Bugis, atau keturunan China itu lebih berhasil di bidang bisnis dibanding lainnya.

Sehingga disimpulkan, bahwa hal itu karena sifat keturunan atau atau bakat. "Pendapat yang menyatakan hanya suku tertentu saja yang mampu menjadi entrepreneur, menurut saya itu salah. Siapa pun dan dari suku apa pun sebenarnya mampu menjadi entrepreneur yang sukses," kata pria berkacamata ini. Namun Taufik mengakui, kesuksesan seseorang menjadi entrepreneurjuga dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan.

Jika seseorang sejak kecilnya berada dalam lingkungan bisnis orang tuanya atau keluarganya secara terus menerus, dia akan merekamnya dalam memori otaknya, yang selanjutnya membentuk pola berpikir dan cara perilaku. Pengetahuan bisnis secara pragmatis melalui proses pengenalan bisnis keluarga secara mendalam dan ditransformasikan ke dalam kerangka berpikirnya.

Dengan pengalaman dan pola pikir yang kuat akan mendorong orang tersebut melakukan pengembangan karakter kewirausahaan, seperti keberanian mengambil risiko, kemampuan menganalisa, komunikasi dan kepemimpinan, serta meningkatkan kesadaran dan kepekaan sosial.

"Untuk memulai sebuah wirausaha, seseorang sebaiknya melakukan tiga langkah awal yakni dengan mendaftar kemampuan atau potensi diri. Selanjutnya, orang tersebut harus mempunyai mimpi yang besar, karena dengan mimpi yang besar ia akan termotivasi untuk meraihnya. Dan yang ketiga mengembangkan potensi diri dengan mentranformasi mind-set atau pola pikir menjadi percaya diri, berorientasi kepada prestasi,berani mengambil risiko,berjiwa independen, kreatif dan inovatif serta ulet dan tekun," tandas Taufik.

Dengan adanya transformasi karakter tersebut diharapkan dapat seseorang yang memiliki jiwa, karakter dan sikap wirausaha yang cerdas dan tangguh.Sehingga pada akhirnya dapat mewujudkan orang memiliki budaya entrepreneur (culture of entrepreneurship) dan budaya keunggulan (culture ofexcellence) di Indonesia. (agung pramudyo)(Koran SI/Koran SI/rhs)

Eks Sopir yang Sukses Jadi Pengusaha Ritel


Mukesh Jagtiani (Foto: The Times)
Mukesh "Micky" Jagtiani dikenal sebagai salah satu pengusaha ritel dunia. Dari imperium bisnisnya di bawah bendera Landmark Group, pundi-pundi kekayaannya ditaksir mencapai USD2,5 miliar (Rp25 triliun).

Kisah hidup Jagtiani tidak dilewati dengan mudah. Banyak hambatan dan rintangan yang mesti dia tempuh. Bahkan dia berkali-kali harus mengalami kegagalan dan kejatuhan. Di masa muda Jagtiani tergolong anak nakal. Pada usia 17 tahun dia gagal menyelesaikan pendidikannya di sekolah akuntansi di London.

Biaya kuliah yang diberikan keluarganya malah dihabiskan untuk mabuk-mabukan dan merokok. Malu kembali ke Kuwait, tempat keluarga besarnya tinggal setelah emigrasi dari India, dia mencoba bertahan hidup di London. Jagtiani rela menjadi sopir taksi dan rela tidur di mana saja. Saat hendak memutuskan untuk kembali ke Teluk, tragedi menghampirinya silih berganti.

Saudara laki-laki tertuanya, Mahesh, meninggal karena leukemia. Ayahnya menyusul meninggalkannya untuk selamanya karena diabetes beberapa bulan kemudian. Belum reda air mata, menyusul ibunya meninggal karena kanker. Saat itu Jagtiani baru berusia 21 tahun. "Saya menjadi yatim piatu," ungkap Jagtiani mengenang.

Tak ada keluarga, pekerjaan, dan pendidikan mendorong Jagtiani kembali ke negara asalnya, India. Di negara asal nenek moyangnya itu Jagtiani mendapat dana warisan keluarganya sebesar USD6.000. Berbekal uang tersebut dia pergi ke Bahrain dan membuka toko pertamanya. Toko tersebut awalnya disewa oleh saudara laki-lakinya sebelum meninggal. Sebuah toko yang menjual perlengkapan bayi alias baby shop adalah toko pertama yang dibuka Jagtiani pada 1973, atau setelah tragedi terus menjenguknya.

Toko tersebut menyediakan kebutuhan bayi para keluarga ekspatriat yang waktu itu membanjiri Afrika Selatan. Karena belum memiliki staf, Jagtiani mengerjakan semua operasional toko sendiri. Berbelanja, melayani, hingga mengepel toko lantai dilakukannya sendiri. "Saya benar-benar memulainya dari nol," tutur Jagtiani.

Dia mengaku tak pernah meninggalkan pekerjaan kasar, bahkan hingga dia mampu menabung. Tak dinyana, dari sebuah baby shop kecil tersebut, suami dari Renuka Jagtiani dan ayah dari tiga anak itu kini menjelma menjadi seorang miliarder bisnis ritel dunia di bawah bendera Landmark Group yang berbasis di Dubai.

Lebih dari 840 toko kini telah dimilikinya dan tersebar di 10 negara, seperti di negara-negara Teluk, India, Spanyol dan China. Imperium bisnisnya bahkan bakal semakin tumbuh besar seiring rencana-rencana ke depan. Dikabarkan, Jagtiani berencana mengakuisisi aset bisnis ritel di Inggris dan Amerika.

Beberapa perusahaan ritel yang hendak dibelinya adalah Primark, New Look, dan Abercrombie & Fitch. Zara, Pull and Bear, serta Saks and Bloomingdales juga menarik minatnya.

Berkat kesuksesannya itu Jagtiani pun sempat mendapat beberapa penghargaan. Pada 2007 dia meraih penghargaan Retail Personality of The Year dalam penghargaan tahunan ritel di Timur Tengah.

Sukses tersebut membuat Jagtiani mendapat respek luar biasa di Dubai. Dia menjadi warga kehormatan di Dubai. "Tak seorang pun berani membuka mal di Dubai tanpa terlebih dulu meminta pendapat Micky. Ini karena semua menaruh hormat padanya," kata sumber dekat keluarga kerajaan.